sajak

Kamis, 24 Mei 2012

Sulit Tidur? Ini Doanya



Laporan Zainal Arifin M Nur
 Banda Aceh




Di banyak negara, dengan tingkat jam kerja malam yang sangat padat, susah tidur sudah menjadi penyakit yang sangat mengganggu kehidupan. Banyak dari mereka kemudian menjadikan obat tidur sebagai solusi, meski harus menanggung resiko dari efek samping yang ditimbulkan.
“Akhir-akhirnya keadaan ini juga dialami banyak penduduk di Aceh. Ironisnya, banyak dari kita lupa dan tidak lagi mengamalkan doa-doa yang diajarkan Rasulullah Saw, saat sahabatnya mengalami susah tidur,” kata Tgk Mulyadi Nurdin Lc, Pimpinan Dayah Baitul Arqam Sibreh, dalam pengajian rutin di Rumoh Aceh Kopi Luwak, Jeulingke Banda Aceh, Rabu (23/05/2012) malam.
Dalam pengajian yang mengangkat tema “Zikir yang Berkaitan dengan Tidur dalam Kitab Al-Azkar karya Imam Nawawi” ini, Tgk Mulyadi Nurdin memaparkan materi bersama Syech Zul Anshary Lc, Direktur Dayah Baitul Arqam.
Kitab Imam Nawawi ini, kata Mulyadi, mengupas tentang doa dan zikir dari Rasulullah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari termasuk doa-doa yang berkaitan dengan tidur.
“Sangat banyak doa dan zikir yang diajarkan oleh Rasulullah. Contohnya, Kitab Al-Azkar Imam Nawawi yang khusus membahas tentang zikir dan doa ini, tebalnya mencapai 375 halaman. Untuk satu kegiatan saja, misalnya tidur, banyak redaksi doa yang diajarkan oleh Rasulullah dan semuanya boleh diamalkan, minimal salah satunya. Semua doa dan zikir dalam kitab ini bersumber cukup kuat, jadi jangan saling menyalahkan, saat ada yang membaca doa dalam redaksi yang berbeda,” kata Tgk Mulyadi.
Zul Anshary menambahkan, derdasarkan hadits-hadits Rasulullah yang dikutip dalam Kitab Al-Azkar itu, salah satu kunci untuk mendapat tidur yang nyenyak adalah “ketenangan jiwa”.
“Ketenangan jiwa ini diperoleh melalui zikir dan penyerahan diri dengan sepenuhnya kepada Allah. Dan hampir semua doa yang diajarkan oleh Rasulullah berisi anjuran menyerahkan diri dan semua urusan kehidupan kita kepada Allah. Jadi sebaiknya semua doa dipahami makna dan artinya,” ujarnya.
Menjawab pertanyaan salah satu peserta yang mengalami penyakit “susah tidur”, Tgk Mulyadi Nurdin kemudian mengutip satu riwayat dalam Kitab Al-Azkar, ketika Rasulullah yang mengajarkan Zaid bin Tsabit yang mengeluhkan susah tidur. Ringkasnya, dalam hadits itu Rasulullah mengajarkan doa kepada Zaid bin Tsabit dan setelah membacakan doa itu, Zaid dapat kembali tidur dengan tenang.
Pengakuan Zaid ini ditulis dalam Kitab Ibnu Sunni yang dikutip oleh Imam Nawawi dengan kalimat “Lalu saya membacanya, kemudian Allah menghilangkan apa yang saya alami.”

Adapun doa menghilangkan susah tidur yang diajarkan Rasulullah Saw kepada Zaid bin Tsabit berbunyi: “Allahumma gharatin nujum wa hadaatil ‘uyun, wa anta hayyun qayyum, la takkhuzuka sinatun wala naumun. Ya hayyu ya qayyum, ahdi’ laili wa anim ‘aini.”
Artinya “Ya Allah, bintang-bintang telah redup, mata-mata telah memejam dan Engkau Maha Hidup lagi Maha Terus-menerus mengurus makhluk. Tidak menimpa-Mu rasa kantuk dan tidur. Wahai Dzat yang Maha Hidup dan Maha mengurusi makhluk, tenangkanlah malamku dan tidurkanlah mataku.' Aku kemudian mengatakannya, maka Allah menghilangkan apa yang sebelumnya menimpaku."
Selain Zaid bin Tsabit, susah tidur ini juga pernah dialami oleh Khalid bin Walid. Kepada Khalid yang mengadukan keadaan yang dialaminya, Rasulullah menganjurkan membacakan “A’uzu bi kalimaatillahit tammati min ghadhabihi wa min syarri ‘ibadihi wa min hamazatis syayatiin wa an yahzurun.”
Artinya “Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kemarahan-Nya, dan dari keburukan hamba-hamba-Nya, serta dari berbagai godaan syetan dan kehadirannya.”

“Ada banyak hadits lain yang mengajarkan doa-doa saat sahabat Rasulullah menghadapi susah tidur. Intinya, sebagai muslim, sudah sepatutnya kita membacakan doa-doa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. saat menghadapi susah tidur. Usahakan ketika membaca doa kita harus benar-benar menghayati dan menyerahkan diri serta segala urusan kepada Allah, agar jiwa kita menjadi tenang, dan dapat tidur nyenyak,” pungkas Mulyadi Nurdin.





Sabtu, 12 Mei 2012

Tjoet Nja’ Dhien, Masih Diburu Penikmat Sinema Dunia


BILA kita membicarakan mengenai perempuan-perempuan Indonesia yang berjuang demi bangsa, maka akan banyak sekali nama yang muncul di benak kita. Cukup banyak perempuan Indonesia yang berpengaruh dalam perkembangan dan perjalanan bangsa ini. Salah satu nama yang akrab dan mungkin akan sering kita ingat di benak kita adalah tokoh perempuan asal Aceh, Cut Nyak Dhien.


Cut Nyak Dhien

Cut Nyak Dhien adalah pahlawan perempuan Indonesia yang sempat turun langsung ke medan perang untuk melawan kaum penjajah pada saat itu. Ayahnya, Teuku Nanta Setia, adalah uleebalang di tempat kelahirannya, Aceh Besar, wilayah VI Mukim. Ia dilahirkan pada 1848 dan mempunyai darah keturunan Minangkabau yang diturunkan dari sang ayah.
Pada masa kecilnya, Cut Nyak Dhien tidak membayangkan untuk terjun ke medan perang. Ia justru adalah seorang perempuan yang dididik untuk dapat menjadi seorang ibu rumah tangga yang baik. Dari keluarganya, ia mendapatkan pendidikan di bidang agama dan juga diberikan pengetahuan tentang cara melayani suami, mulai dari memasak hingga menjadi ibu rumah tangga yang baik. Di usia 12 tahun, ia pun dinikahkan dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga.
Masa-masa kedamaian yang dialami keluarga Cut Nyak Dhien tidaklah lama. 13 tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 26 Maret 1873, penjajah Belanda menyatakan perang kepada Aceh. Pernyataan perang tersebut ditandai dengan tembakan meriam dari kapal perang Citadel van Antwerpen milik Belanda, kea rah daratan Aceh. Tak ayal, Perang Aceh pun meletus.
Perang Aceh periode pertama (1873-1874) dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Machmud Syah. Lewat kedua pemimpin tersebut, rakyat Aceh harus berhadapan dengan tentara Belanda yang saat itu dipimpin oleh Johan Harmen Rudolf Köhler. Saat itu, Belanda mengirimkan kekuatan sebanyak 3.198 prajurit demi menundukkan Aceh.
Saat pasukan Belanda mendarat di Pantai Ceureumen di bawah pimpinan Köhler, mereka berhasil menguasai Masjid Raya Baiturrahman dan langsung membakarnya. Aksi pasukan Belanda tersebut tak ayal membuat Cut Nyak Dhien murka. Namun akhirnya, Kesultanan Aceh dapat memenangkan perang periode pertama dengan Ibrahim Lamnga, sang suami, bertarung di garis depan. Köhler tewas tertembak pada April 1873.
Tak puas dengan kekalahannya, Belanda pun kembali ke tanah Aceh. Di bawah kendali Jenderal Jan van Swieten, tentara Belanda akhirnya berhasil menduduki tanah kelahiran Cut Nyak Dhien pada 1873 dan merebut Istana Sultan di tahun 1874. Kejadian tersebut memaksa Cut Nyak Dhien dan keluarganya mengungsi, meninggalkan Ibrahim Lamnga di medan pertempuran.
Sayang, dalam sebuah pertempuran di Gle Tarum pada 29 Juni 1878, Ibrahim Lamnga tewas. Mendapat berita tersebut, Cut Nyak Dhien semakin murka dan bersumpah untuk menghabisi tentara Belanda. Bersama Teuku Umar yang melamarnya pada 1880, ia pun langsung terjun untuk memerangi Kaphe Ulanda, sebutan rakyat Aceh saat itu untuk para tentara Belanda.
Kisah perjuangan Cut Nyak Dhien sempat membuat para sineas Indonesia tertarik untuk mengangkatnya ke layar lebar. Dengan durasi sepanjang 150 menit, film yang diarahkan oleh Eros Djarot tersebut tidak menceritakan kisah perjuangan Cut Nyak Dhien sejak awal kehidupannya. Film ini hanya menceritakan di mana ia mulai memerangi Belanda setelah bertemu dengan Teuku Umar.
Film ini juga berhasil menggali lebih dalam, tak hanya mengenai sisi lain dari seorang Cut Nyak Dhien, tetapi juga dari sisi para penjajah Belanda. Eros Djarot berhasil memperlihatkan dilema-dilema yang dihadapi Cut Nyak Dhien sebagai seorang pemimpin dan juga menunjukkan sisi kerasnya yang terus menerus bersikeras untuk terus menghadapi Belanda secara fisik.
Film ini berhasil meraih penghargaan Festival Film Indonesia edisi tahun 1988, di kategori Film Terbaik. Sejumlah bintang yang hadir dalam film ini adalah, Christine Hakim yang berperan sebagai Cut Nyak Dhien, Slamet Rahardjo (Teuku Umar), Piet Burnama (Panglima Laot), dan Rudy Wowor.
Film yang mengambil judul “Tjoet Nja’ Dhien” tersebut sempat didaftarkan ke Academy Awards tahun 1990 untuk kategori Film Berbahasa Asing Terbaik, tetapi gagal lolos dalam pencalonan nominasi. Namun, bukan berarti film ini tidak mencetak prestasi di mancanegara. Film yang juga dibintangi oleh Rosihan Anwar tersebut sempat ditayangkan di Festival Film Cannes pada tahun 1989 dan menjadi film Indonesia pertama yang masuk dalam ajang beragensi sekelas Cannes.
Makanya tak heran bila sampai sekarang para penikmat sinema di dunia masih berupaya mencari VCD asli film Tjoet Nja’ Dhien. Padahal, kebanyakan bioskop di kota besar dunia sudah pernah memutar film ini.